Fahombo, Tradisi Lompat Batu Nias | Contoh Makalah
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar BelakangBudaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu masyarakat. Budaya merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sebagai identitas unik dan khas bagi suatu daerah. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda-beda, sehingga menjadikan Negara Indonesia memiliki ribuan budaya yang menjadi sebuah kekayaan bagi bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta, rasa, dan juga karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup suatu pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum, adat, setiap kecakapan, dan juga kebiasaan. Hasil dari proses belajar manusia terhadap lingkungan juga dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan di Indonesia juga memiliki nilai jual yang cukup tinggi dimana ketika dimanfaatkan dapat dijadikan wisata berbasis budaya. Kebudayaan di Indonesia sangatlah banyak. Salah satu yang akan dibahas adalah kebudayaan yang berada di daerah kepulauan Nias. Suku Nias merupakan suku yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam, unik dan cukup aneh. Sekarang ini Nias sudah banyak mengalami perubahan dari segi pengetahuan dan teknologi, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal dan pertanyaan yang belum terungkap dari daerah dan kebudayaan Nias. Pada kesempatan kali ini penyusun akan membahas tentang kebudayaan yang ada di Nias. Kebudayaan yang akan dibahas yaitu olahraga tradisional di Pulau Nias yakni tradisi lompat batu. Lompat batu merupakan suatu olahraga tradisional yang berasal dari Pulau Nias. Tradisi lompat batu dulu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela nama kampungnya dan juga kebutuhan untuk berperang atau bergabung bersama prajurit dan juga lompat batu merupakan hak dan kewajiban sosialnya sebagai seorang dewasa yang bisa dijalankan.
2. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini yaitu:1. Apa sejarah suku Nias?2. Dimana letak suku Nias?3. Apa yang dimaksud dengan lompat batu?4. Bagaimana sejarah lompat batu?5. Bagaimana ritual adat lompat batu?6. Apakah filosofi yang terdapat dalam tradisi lompat batu?7. Kapan dan dimana lompat batu dilaksanakan?8. Bagaimana pelaksanaan tradisi lompat batu?9. Apa fungsi dan makna tradisi lompat batu?10. Apa saja nilai yang terkandung dalam tradisi lompat batu?11. Apakah tradisi lompat batu termasuk warisan kebudayaan dunia?
3. TujuanAdapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:1. Mengetahui sejarah suku Nias2. Mengetahui letak suku Nias3. Mengetahui pengertian lompat batu4. Mengetahui sejarah lompat batu5. Mengetahui ritual adat lompat batu6. Mengetahui filosofi yang terdapat dalam tradisi lompat batu7. Mengetahui kapan dan dimana lompat batu dilaksanakan8. Mengetahui pelaksanaan tradisi lompat batu9. Mengetahui fungsi dan makna lompat batu10. Mengetahui nilai yang terkandung dalam tradisi lompat batu11. Mengetahui tradisi lompat batu sebagai warisan kebudayaan dunia
BAB IIPEMBAHASAN
Budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu masyarakat. Budaya merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sebagai identitas unik dan khas bagi suatu daerah. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda-beda, sehingga menjadikan Negara Indonesia memiliki ribuan budaya yang menjadi sebuah kekayaan bagi bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta, rasa, dan juga karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup suatu pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum, adat, setiap kecakapan, dan juga kebiasaan. Hasil dari proses belajar manusia terhadap lingkungan juga dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan di Indonesia juga memiliki nilai jual yang cukup tinggi dimana ketika dimanfaatkan dapat dijadikan wisata berbasis budaya. Kebudayaan di Indonesia sangatlah banyak. Salah satu yang akan dibahas adalah kebudayaan yang berada di daerah kepulauan Nias. Suku Nias merupakan suku yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam, unik dan cukup aneh. Sekarang ini Nias sudah banyak mengalami perubahan dari segi pengetahuan dan teknologi, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal dan pertanyaan yang belum terungkap dari daerah dan kebudayaan Nias. Pada kesempatan kali ini penyusun akan membahas tentang kebudayaan yang ada di Nias. Kebudayaan yang akan dibahas yaitu olahraga tradisional di Pulau Nias yakni tradisi lompat batu. Lompat batu merupakan suatu olahraga tradisional yang berasal dari Pulau Nias. Tradisi lompat batu dulu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela nama kampungnya dan juga kebutuhan untuk berperang atau bergabung bersama prajurit dan juga lompat batu merupakan hak dan kewajiban sosialnya sebagai seorang dewasa yang bisa dijalankan.
Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini yaitu:1. Apa sejarah suku Nias?2. Dimana letak suku Nias?3. Apa yang dimaksud dengan lompat batu?4. Bagaimana sejarah lompat batu?5. Bagaimana ritual adat lompat batu?6. Apakah filosofi yang terdapat dalam tradisi lompat batu?7. Kapan dan dimana lompat batu dilaksanakan?8. Bagaimana pelaksanaan tradisi lompat batu?9. Apa fungsi dan makna tradisi lompat batu?10. Apa saja nilai yang terkandung dalam tradisi lompat batu?11. Apakah tradisi lompat batu termasuk warisan kebudayaan dunia?
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:1. Mengetahui sejarah suku Nias2. Mengetahui letak suku Nias3. Mengetahui pengertian lompat batu4. Mengetahui sejarah lompat batu5. Mengetahui ritual adat lompat batu6. Mengetahui filosofi yang terdapat dalam tradisi lompat batu7. Mengetahui kapan dan dimana lompat batu dilaksanakan8. Mengetahui pelaksanaan tradisi lompat batu9. Mengetahui fungsi dan makna lompat batu10. Mengetahui nilai yang terkandung dalam tradisi lompat batu11. Mengetahui tradisi lompat batu sebagai warisan kebudayaan dunia
1. Asal Usul Suku Nias
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Nias yang termasuk salah satu Kabupaten di Sumatera Utara. Dalam bahasa aslinya orang Nias menamakan diri mereka sebagai "Ono Niha" yang berarti “anak manusia” dimana kata Ono berarti anak atau keturunan sedangkan Niha berarti manusia. Tanah yang ditinggali atau didiami masyarakat Nias disebut “tano niha” atau “tanah manusia”. Populasi suku ini berkisar 480.000 jiwa. Sedangkan yang lain adalah para pendatang, seperti orang Batak, Aceh, Minangkabau, dan Cina.
Menurut mitologi
Menurut masyarakat Nias salah satu mitos asal usul Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut “Sigaru Tora’a” yang terletak disebuah tempat yang bernama “Teteholi Ana’a” menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Teteholi Ana’a karena memperebutkan Takhta Sirao, ke 9 putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Menurut Penelitian Ilmiah
Penelitian ilmiah terakhir yang dilakukan untuk mengetahui asal-usul masyarakat suku Nias adalah penelitian Deoksiribo Nukleat Acid (DNA). Penelitian ini dilakukan oleh dua peneliti asal Belanda, yakni ahli genetika Profesor Ingo Kennerknecht dari University of Munster, Jerman, dan Mannis van Oven, mahasiswa S-3 bidang Biologi Molekuler Forensik, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam, Belanda.
Profesor Ingo Kennerknecht mengumpulkan 407 sampel darah atau air liur orang Nias dari 11 klan atau marga yang tersebar di Nias bagian utara, tengah hingga selatan. Pengambilan sampel dilakukan dalam kurun waktu tahun 2002 dan 2003. Sampel kemudian dikirim ke laboratorium di Jerman untuk ekstraksi DNA, lalu ekstraksi DNA tersebut dibawa ke Rotterdam untuk selanjutnya dianalisis. Oleh Profesor Ingo dan Mannis Van Oven.
Dari hasil penelitian ini, Mannis Van Oven menduga orang Nias mewarisi gen mereka dari orang Taiwan yang bermigrasi ke Indonesia melalui Filipina menuju Kalimantan dan Sulawesi. Rute ini didukung bukti kemiripan DNA suku Nias dengan penduduk Filipina. orang Nias kemungkinan besar berasal dari Taiwan sekitar 4000-5000 tahun yang lalu.
Bahasa Nias termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini tersebar sampai ke kepulauan batu di sebelah selatan Pulau Nias. Diantaranya ada empat dialek yaitu, Nias Utara, Nias tengah (gomo), Nias selatatan (teluk dalam), dan dialek batu.
Pada zaman dulu orang Nias mengenal pelapisan sosial yang cukup tajam. Adapun beberapa rincian kasta yang terdapat di Pulau Nias antara lain :
a. Si'ulu (Balugu/Salaa), yaitu golongan masyarakat yang mempunyai kedudukan tertinggi secara turun-temurun, akan tetapi pengukuhannya melalui proses pelaksanaan pesta kebesaran (Owasa/Fa'ulu). Bangsawan yang telah memenuhi kewajiban adatnya melalui proses Owasa/Fau'ulu disebut Si'ulu Si Ma'awai dan menjadi Bal Zi'ulu yaitu bangsawan yang memerintah.
b. Ere yaitu para pemimpin agama kuno. Sering juga, oleh karena kepintaran seseorang dalam hal tertentu, maka dia disebut Ere. Umpamanya ere huhuo yaitu seseorang yang sangat pintar dalam berbicara terutama menyangkut adat istiadat. Secara garis besar terdapat 2 macam ere, yaitu ere brnadu dan ere mbanua.
c. Si'ila yaitu kaum cerdik dan pandai yang menjadi anggota badan musyawarah Desa. Mereka yang selalu bermusyawarah dan bersidang (orahu) pada setiap masalah-masalah yang dibicarakan dalam Desa, dipimpin oleh bal zi'ulu dan si'ulu lainnya.
d. Sato yaitu masyarakat biasa (masyarakat kebanyakan) juga sering disebut ono mbanua atau si fagl-gl atau niha si to'l.
e. Sawuyu (harakana), yaitu golongan masyarakat yang terendah. Mereka berasal dari orang-orang yang melanggar hukum dan tidak mampu membayar denda yang dibebankan kepadanya berdasarkan keputusan sidang badan musyawarah Desa. Kemudian mereka ditebus oleh seseorang (biasanya para bangsawan), oleh karenanya semenjak itu mereka menjadi budak (abdi) bagi penebus mereka. Mereka juga berasal dari orang-orang yang tidak mampu membayar utang-utangnya, orang-orang yang diculik atau orang-orang yang kalah dalam perang, kemudian mereka menjadi budak.
Dengan adanya pengelompokan atau pembagian kasta ada pengaruh yang masih terasa sampai sekarang, karena golongan siulu misalnya tidak boleh kawin dengan sato. Sementara itu golongan sawuyu tidak ada lagi.
Suku Nias merupakan suku yang masyarakatnya hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik yang dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih bisa ditemukan di wilayah pedalaman Pulau Nias sampai sekarang. Hasil karya yang masih bisa ditemui sisa-sisanya, seperti meja dan kursi batu, tugu-tugu, dan arca arwah serta omo ada (rumah adat). Rumah adat ini didirikan di atas batu-batu besar pipih dan dengan tiang-tiang kayu besar, dan penuh dengan ukiran-ukiran kuno.
2. Letak Suku Nias
Suku bangsa Nias mendiami Pulau Nias yang terletak disebelah barat Pulau Sumatera. Suku Nias disana bersama dengan beberapa pulau kecil disekitarnya. Daerah ini sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Suku Nias terletak di Desa Bawo Mataluo (bukit matahari), Kabupaten Nias Selatan. Nias terletak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara). Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk adalah sebanyak 11 buah, dan yang tidak dihuni ada sebanyak 16 buah. Luas Pulau Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikelilingi oleh Samudera Hindia. Pulau ini terbagi atas empat Kabupaten dan satu kota, Terdiri atas Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan kotamadya Gunung sitoli.
Akan tetapi pada 26 Desember 2004, gempa bumi Samudera Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah 122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Lalu pada 28 Maret 2005, pulau ini kembali diguncang gempa bumi, tadinya diyakini sebagai gempa susulan setelah insiden desember 2004 di Aceh. Namun kini peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua di dunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas serta ratusan bangunan hancur.
Akibat bencana alam yang melanda Pulau Nias berbagai pihak turut ikut serta memberikan berbagai bantuan untuk masyarakat Nias baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bantuan tersebut berupa bentuk makanan, minuman, air bersih, pakaian, obat-obatan dan pembangunan rumah gratis untuk masyarakat yang rumahnya hancur total akibat bencana alam tersebut.
Seiring dengan perkembangannya setelah bencana alam yang melanda Pulau Nias, berbagai perubahan-perubahan pun terjadi baik dari aspek fisik maupun nonfisik. Seperti pembangunan-pembangunan yang semakin memadat, pembukaan berbagai lapangan kerja, sarana dan prasarana pendidikan yang semakin berkembang, wisata alam yang semakin diperbaharui menjadi lebih menarik sehingga hal ini membuat eksistensi Pulau Nias menjadi lebih meningkat dan semakin dikenal baik dalam negeri maupun luar negeri.
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang terletak di Pulau Nias. Dengan Ibukota Teluk Dalam. Kabupaten Nias Selatan memiliki andalan pariwisata tersendiri selain rumah adat dan tari perang yaitu tradisi lompat batu atau fahombo. Lompat batu yaitu tradisi yang dilakukan oleh seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan melonpati susunan batu yang disusun setinggi lebih dari 2 (dua) meter. Lompat batu ini hanya terdapat di Kecamatan Teluk Dalam saja.
3. Pengertian Lompat Batu
Lompat batu merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Nias, Sumatera Utara tepatnya di Desa Bawa Mataluo (bukit matahari) di puncak bukit Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Dalam bahasa setempat lompat batu disebut fahombo batu. Fahombo yaitu tradisi yang dilakukan seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan melompati susunan batu yang disusun setinggi lebih dari 2 m. Fahombo, hombo batu atau dalam bahasa Indonesia “lompat batu” adalah olah raga tradisional Suku Nias.
Lompat batu ini hanya terdapat di Kecamatan Teluk Dalam saja. Tradisi ini dulunya merupakan ritual pendewasaan di Suku Nias dan banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia. Fahombo dikatakan aneh karena mereka harus melompati susunan bangunan batu setebal 40 cm dan setinggi 2 m. Orang yang berhasil melakukan tradisi ini juga akan dianggap matang dan menjadi pembela kampungnya jika ada konfik dengan warga desa lain.
4. Sejarah Lompat Batu
Tradisi lompat batu ini merupakan tradisi yang sangat tua, bahkan konon dikatakan telah ada sejak zaman megalitikum. Tradisi ini muncul karena kebiasaan masyarakat berperang antardesa suku-suku di Pulau Nias. Suku-suku di Pulau Nias dikenal memiliki karakter yang kuat dan keras karena mewarisi budaya para pejuang. Mereka sering berperang lantaran terprovokasi dendam, perbudakan, atau perbatasan tanah. Karena kondisi yang rentan akan perselisihan tersebut, akhirnya masing-masing desa membentengi wilayah masing-masing dengan bambu setinggi 2 meter. Dari sinilah cikal bakal fahombo dengan fungsinya sebagai persiapan perang. Di Pulau Nias pada saat itu setiap kampung yang berperang mempunyai tumpukan batu masing-masing untuk menjaga wilayah mereka. Mereka membuat tumpukan batu yang digunakan untuk melatih fisik mereka, terutama ketangkasan dalam melompat. Hal itu dilakukan untuk latihan hingga menjadi kekuatan khusus. Latihan lompat batu bertujuan agar para prajurit itu dapat melompati rintangan apapun di desa musuh, seperti pagar bambu, belukar, dan rintangan lainnya. Manfaat bagi yang kalah adalah untuk menyelamatkan diri dengan melompati rintangan-rintangan tersebut. Dan manfaat bagi yang menang yakni bisa dengan mudah mengejar musuh untuk dimusnahkan. Itulah sebenarnya fungsi lompat batu pada awalnya. Karena untuk berperang seorang lelaki harus sudah dewasa, maka lompat batu sekaligus menjadi ajang pelatihan bagi seorang anak Nias untuk mencapai kedewasaan. Ketika menginjak umur 7 tahun anak lelaki di Pulau Nias berlatih melompati tali yang terus meninggi takarannya seiring usia mereka yang bertambah. Setidaknya sejak usia 10 tahun, setiap pemuda akan bersiap untuk mendapatkan giliran “fahombo” mereka. Bila saatnya tiba maka mereka akan melompati batu yang berbentuk prisma terpotong setinggi 2 meter. Tradisi lompat batu ini, telah berlangsung selama berabad-abad. Secara tradisi, beginilah cara mereka meraih status kedewasaan. Hal ini turut menandakan bahwa mereka telah siap berperang dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di Pulau seluas 5.5625 km2 yang dikelilingi Samudra Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa.
Tradisi fahombo diwariskan turun temurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sejak kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna. tradisi melompati batu bermula ketika Nias dipimpin oleh bangsawan-bangsawan dari strata Balagu. Untuk menentukan layak tidaknya pemuda Nias menjadi prajurit, selain harus memiliki fisik yang kuat, bela diri, dan ilmu hitam, mereka harus mampu melompati batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaan batu tersebut. Seiring perkembangan zaman, meski tradisi ini tetap lestari, namun tidak lagi difungsikan sebagai persiapan perang. Saat ini, tradisi fahombo batu lebih difungsikan untuk ritual khas masyarakat Nias saja. Meski terkesan unik dan aneh bagi sebagian orang, tradisi ini masih sering dilakukan dan menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Nias. Desa Bawomataluo di Nias Selatan merupakan salah satu desa yang hingga saat ini masih menjalankan tradisi lompat batu ini.
Kemampuan dan ketangkasan melompat batu juga dihubungkan dengan kepercayaan lama. Seseorang yang baru belajar melompat batu, ia terlebih dahulu memohon restu dan meniati roh-roh para pelompat batu yang telah meninggal. Tujuannya untuk menghindari kecelakaan atau bencana bagi para pelompat ketika sedang mengudara, lalu menjatuhkan diri ke tanah. Sebab banyak juga pelompat yang gagal dan mendapat kecelakaan.
5. Ritual Adat Lompat Batu
Lompat batu yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm. Sejak usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran "fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.
Tinggi batu tesebut tidak kurang dari 2 m, dengan lebar 90 cm, dan panjang 60 cm. Batu yang harus dilompati dalam fahombo berbentuk seperti monumen piramida dengan permukaan atas datar. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki teknik untuk mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah, dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Dimasa lampau, di atas papan batu bahkan ditutupi dengan paku dan bambu runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini dimata Suku Nias. Secara taktis dalam peperangan, tradisi fahombo ini juga berarti melatih prajurit muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding pertahanan musuh mereka, dengan obor di satu tangan dan pedang.
6. Filosofi Dalam Lompat Batu
Kekayaan budaya yang diwariskan leluhur yang menjadi kebanggaan pemuda Nias salah satunya yaitu lompat batu. Lompat batu yaitu tradisi yang dilakukan oleh seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan melompati susunan batu yang disusun setinggi dari 2 meter yang saat ini menjadi tujuan wisata.
Dimasa lampau, pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi lebih dari 2 meter, dan jika mereka berhasil mereka akaan menjadi lelaki dewasa dan dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang dan menikah. Sejak usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran "fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.
Dengan kemampuan seorang pemuda Nias melompat batu dengan sempurna, maka ia dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai seorang dewasa yang bisa dijalankan.
Dahulu lompat batu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela nama kampung. Banyak penyebab konflik dan perang antarkampung. Ketangkasan melompat dibutuhkan karena dahulu setiap desa telah dipagar atau telah dibuat benteng pertahanan yang dibuat dari batu, bambu atau bahan lain yang sulit dilewati oleh musuh. Para pemuda yang kembali dengan sukses dalam misi penyerangan desa lain, akan menjadi pahlawan di desanya. Sekarang ini, sisa dari tradisi lama itu telah menjadi antraksi yang spetakuler, tiada duanya di dunia.
7. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Lompat Batu
Pelaksanaan tradisi lompat batu ini biasanya diadakan pada waktu yang sudah ditentukan oleh masyarakat dan akan diikuti oleh pemuda yang sudah beranjak dewasa. Untuk tempat pelaksanaan tradisi lompat batu ini dilakukan di tempat khusus, biasanya setiap kampung yang sering melakukan tradisi ini memiliki tempat tersendiri yang digunakan secara turun temurun. Tempat tersebut ditandai dengan batu setinggi 2 meter dan ketebalan 40 cm yang nantinya digunakan untuk dilompati para peserta.
8. Pelaksanaan Tradisi Lompat Batu
Saat pelaksanaan tradisi lompat batu, biasanya akan disaksikan oleh para warga kampung. Kemudian para peserta bersiap dengan menggunakan baju pejuang Nias dan menunggu gilirannya. Saat sudah gilirannya, peserta akan mengambil ancang-ancang yang tidak terlalu jauh. Kemudian berlari kencang dan menginjakkan kaki pada sebongkah batu sebagai tumpuannya. Lalu dia melompat ke udara dan melewati batu besar setinggi 2 meter tersebut. Saat melompat, peserta tidak boleh sampai menyentuh batu besar tersebut, apabila menyentuh maka dia belum berhasil.
Ketangkasan ini memerlukan latihan rutin. Jadi, tidak sembarang anak remaja boleh melompat. Karena risiko bisa patah tulang. Oleh karena itu, para remaja Nias perlu belajar cara melompat dan cara jatuhnya supaya kelak tidak celaka ketika menjalani lompat batu.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melompati batu ini terutama saat mendarat. Apabila peserta mendarat dalam posisi yang salah maka akan sangat berisiko tinggi seperti cidera otot bahkan patah tulang. Tentunya untuk mengikuti tradisi lompat batu ini tidak boleh orang sembarangan. Walaupun difungsikan untuk menentukan kedewasaan pemuda, namun mereka sudah terlatih semenjak kecil, sehingga sudah terbiasa dan tahu tekniknya.
Tidak hanya dijadikan tradisi, lompat batu juga bisa dijadikan pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara. Wisatawan dapat menyaksikan ketangguhan dan kegagahan para anak laki-laki Pulau Nias yang sedang berproses perubahan masa anak-anak ke dewasa.
9. Fungsi Dan Makna Tradisi Lompat Batu
Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Bahwa, tradisi lompat batu ini difungsikan sebagai media para pemuda untuk menunjukan bahwa mereka sudah dewasa secara fisik. Selain itu, tradisi ini juga bisa menjadi media untuk menguji ketangkasan dan kejantanan para pemuda. Bagi masyarakat disana, tradisi ini dimaknai sebagai proses pendewasaan para lelaki untuk membentuk karakter yang kuat dan tangkas dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, apabila seorang pemuda bisa melakukannya secara sempurna, maka akan menjadi suatu kebanggaan bagi dia dan keluarganya. Karena tidak semua pemuda bisa melakukan hal tersebut secara langsung dan harus membutuhkan latihan yang keras dan waktu yang cukup lama untuk melakukannya. Selain itu, untuk melakukan lompat batu ini sangat berisiko tinggi, sehingga tidak jarang mereka yang berhasil akan merayakannya dengan syukuran adat.
10. Nilai Yang Terkandung Dalam Tradisi Lompat Batu
Tradisi lompat batu ini tidak hanya sekedar permainan maupun upacara biasa, namun juga memiliki nilai-nilai khusus yang ada didalamnya, terutama nilai kehidupan, nilai budaya, nilai kebersamaan.
- Nilai Kehidupan
Bagi masyarakat disana, Tradisi lompat batu ini dijadikan sebagai media untuk menentukan kedewasaan seseorang, khususnya kaum laki-laki. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan untuk membentuk karakter pemuda yang kuat dan tangkas dalam menjalani kehidupan.
- Nilai Budaya
Sebagai salah satu warisan budaya, tradisi ini masih terus dilestarikan hingga sekarang. Selain sebagai bentuk ritual maupun upacara adat, tradisi ini juga dilakukan sebagai wujud apresiasi mereka terhadap budaya yang diwariskan oleh leluhur atau nenek moyang mereka.
- Nilai Kebersamaan
Kebersamaan terlihat dari antusias masyarakat untuk menyaksikannya. Tradisi ini seakan-akan menjadi suatu media dimana masyarakat bisa saling berkumpul dan mendukung peserta yang mengikutinya. Selain itu, tradisi ini juga menjadi media bagi para peserta untuk berjuang bersama dan menampilkan kehebatan mereka.
11. Lompat Batu Sebagai Warisan Kebudayaan Dunia
Saat ini, Pemerintah sedang mengajukan Desa Bawomataluo sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia. Kalau Desa Bawomataluo berhasil masuk kedalam daftar situs warisan dunia, diharapkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Nias bisa mengalami peningkatan.
Setelah Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia, tentu akan semakin mudah untuk dipasarkan. Dan bisa menjadi destinasi utama para wisatawan ke Nias selain ombaknya yang menantang bagi para surfer.
Tidak hanya dijadikan tradisi, lompat batu juga bisa dijadikan pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara. Wisatawan dapat menyaksikan ketangguhan dan kegagahan para anak laki-laki pulau Nias yang sedang berproses perubahan masa anak-anak ke dewasa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sebagai identitas unik dan khas bagi suatu daerah. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta, rasa dan juga karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup suatu pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum, adat, setiap kecakapan, dan juga kebiasaaan. Kebudayaan di Indonesia sangatlah banyak. Salah satunya adalah kebudayaan yang berada di Pulau Nias, Sumatera Utara yang dinamakan lompat batu.
1. Suku Nias merupakan kelompok masyarakat yang hidup di salah satu kabupaten di Sumatera Utara yaitu Pulau Nias. Nias terletak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara). Dalam bahasa aslinya orang Nias menamakan diri mereka sebagai "Ono Niha" yang berarti “anak manusia” dan tanah yang ditinggali atau didiami masyarakat Nias disebut “tano niha” atau “tanah manusia”.
2. Lompat batu yaitu tradisi yang dilakukan seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan melompati susunan batu yang disusun setinggi lebih dari 2 m. Lompat batu merupakan salah satu olahraga tradisional yang berasal dari Nias. Olahraga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm. lompat batu hanya terdapat di Kecamatan Teluk Dalam saja.
3. Saat pelaksanaan tradisi lompat batu, biasanya akan disaksikan oleh para warga kampung. peserta pada saat itu memakai pakaian adat Nias. Dan saat melompat, peserta tidak boleh sampai menyentuh batu besar tersebut, apabila menyentuh maka dia belum berhasil.
4. Lompat batu digunakan sebagai ajang atau ritual pendewasaan seorang anak lelaki di Pulau Nias. Lompat batu memiliki fungsi sebagai media para pemuda untuk menunjukan bahwa mereka sudah dewasa secara fisik. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lompat batu yaitu nilai kehidupan, nilai budaya, dan nilai kebersamaan.
B. Saran
Sebagai warga Indonesia, kita harus melestarikan kebudayaan daerah masing-masing tanpa merendahkan kebudayaan daerah yang lain dan harus bertoleransi dengan kebudayaan yang lain. Cara melestarikan kebudayaan daerah bisa dilakukan dengan mempelajari kebudayaan daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Website
http://arsipbudayanusantara.blogspot.com/2013/08/tradisi-lompat-batu-nias.html?m=1
http://www.negerikuindonesia.com/2015/12/tradisi-lompat-batu-dari-nias-sumatera.html?m=1
https://blogkulo.com/fahombo-lompat-batu/
https://denmasdeni.blogspot.com/2014/10/tradisi-lompat-batu-nias-satu-cara.html?m=1
https://genpi.id/tradisi-lompat-batu-nias/
https://indonesia.go.id/ragam/budaya/kebudayaan/tak-sekadar-lompat-batu-biasa
https://indonesia.go.id/ragam/budaya/kebudayaan/tak-sekadar-lompat-batu-biasa
https://syukroni17.blogspot.com/2017/03/makalah-seni-budaya-di-pulau-nias.html?m=1
https://www.gurupendidikan.co.id/suku-nias/
https://www.iglobalnews.co.id/2016/08/asal-mula-fahombo-atau-lompat-batu-di/amp/
https://www.kompasiana.com/amp/darren64323/5ba25656c112fe09a00bbee7/makna-tradisi-lompat-batu-makna-tradisi-lompat-batu-nias
https://www.kompasiana.com/stevenhc4327/5b9e6647aeebe11479396404/budaya-suku-nias?
https://asnadgulo14.blogspot.com/2015/11/lompat-batu-nias.html
https://www.google.com/amp/s/ekazai.wordpress.com/2013/03/12
http://googleweblight.com/i?u
http://suku-dunia.blogspot.com/2014/sejarah-suku-nias.html?m%3rD1&hl=id-ID
Komentar
Posting Komentar